(c) shutterstock.com
Vemale.com - Oleh Sanita Deselia
Akhir Agustus lalu data yang dikeluarkan oleh Natural Resources Defense Council (NRDC) di Amerika Serikat cukup mengejutkan. Dikatakan bahwa 40 persen makanan di AS terbuang setiap tahunnya. Baik karena sudah terlanjur kadaluwarsa maupun karena tidak habis dikonsumsi. Nilai makanan yang terbuang ini berkisar 1,6 triliun. Di Indonesia belum ada hasil penelitiannya. Kita coba untuk berhati-hati. Tengok lagi pola belanja dan pola makan keluarga Anda. Jangan sampai ada makanan yang terbuang.
Kebiasaan BELANJA BERLEBIHAN?
“Menghabiskan makanan yang ada di atas piring adalah nasihat klasik yang sudah tertanam di benak saya selama bertahun-tahun, tidak ada masalah dengan hal tersebut,” ujar Reni Martini, ibu rumah tangga. “Namun hal sama sulit saya lakukan pada bahan-bahan makanan di kulkas. Saya biasa berbelanja sekaligus banyak dan berusaha membeli sesuai keperluan, namun tetap saja ada sayuran yang tidak sempat diolah bahkan daging yang keburu tidak layak saji,” sambung Reni.
Sebagian masyarakat perkotaan yang sibuk memiliki kebiasaan berbelanja di pasar swalayan sekali sebulan. Mereka berbelanja dengan jumlah besar sekaligus. Ada beberapa alasan, mulai kekhawatiran akan kehabisan bahan di tengah bulan, tidak ada waktu untuk bolak-balik berbelanja, sampai alasan harga yang jatuhnya akan lebih murah jika berbelanja dalam jumlah yang banyak.
Hal tersebut juga didorong oleh kecenderungan kepemilikan lemari es berukuran besar. Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute of Essential Services Reform (IESR), mengemukakan, kecenderungan orang yang memiliki kulkas berukuran besar, akan terdorong untuk membeli dan menyimpan bahan makanan dalam jumlah banyak dan waktu yang lama. Kulkas yang kosong. Memberi perasaan tidak aman. Ada rasa takut kekurangan. “Kapasitas kulkas akhirnya selalu dipenuhkan,” ungkap Fabby.
Menurut Dipl. Ing. Ir. H. B Henky Sutanto, peneliti teknologi sampah, kondisi di Amerika Serikat dan Indonesia jauh berbeda. Kantin-kantin sekolah di Indonesia tidak seperti di AS, begitu juga dengan porsi makanan di restoran tidak sebanyak di AS. Namun, meski demikian, peluang masyarakat kita untuk menciptakan limbah sisa makanan tetap ada. “Setiap harinya setidaknya satu orang menghasilkan 2,5 liter sampah padat, termasuk di dalamnya sampah sisa makanan,” ujar Henky. Jumlahnya memang variatif, namun Henky menyoroti perhitungan yang kurang cermat akan kebutuhan konsumsi jadi penyebab mengapa sisa makanan selalu ada.
Lalu berapa sebenarnya, nilai makanan sisa yang terbuang? Asumsikan satu keluarga menyisakan seporsi makanan setiap harinya seharga 15 ribu rupiah. Dalam setahun sudah lebih dari 5 juta rupiah yang ia buang. Itu baru satu keluarga, sementara jumlah keluarga di Indonesia mencapai puluhan juta. Kalikan saja dengan jumlah keluarga di Indonesia, hasilnya bisa mencapai milyaran bahkan lebih. Henky menyarankan selaku komandan dapur, Ibu sebaiknya cermat mengetahui kebiasaan makan keluarganya. “Berbelanjalah sesuai keperluan. Butuh kecerdasan dari Ibu untuk peka suatu bahan makanan masih baik atau tidak, dan cara penyimpanan bahan makanan seperti apa yang membuat kualitas bahan terjaga,” ujar Henky.
‘Menyampah’ DI RESTORAN
Jangan dulu berbangga hati jika piring makan maupun lemari es Anda tidak menyisakan makanan yang terbuang. Henky juga menyoroti ada juga kecenderungan masyarakat perkotaan di wilayah elit yang sampahnya minim di rumah tetapi menumpuk di restoran. Ada beberapa penyebab konsumen menyisakan makanan di restoran. Pertama porsi makanan yang terlalu besar. Menurut laporan dari NRDC porsi yang disediakan baik di restoran maupun meja makan di AS mencapai 2-8 kali lebih besar dibanding porsi yang ditentukan oleh pemerintah. Di Indonesia memang belum ada standar porsi ideal, namun kondisinya tidak separah itu. Memang di beberapa restoran ada yang menyediakan porsi besar, tapi sebagian besar masih dalam taraf wajar. Apalagi banyak juga restoran yang menyediakan pilihan porsi setengah. Namun tidak berarti sisa makanan di restoran-restoran menjadi nihil.
Penyebab kedua tersisanya makanan di restoran adalah aji mumpung di restoran all you can eat. “Meski tidak dihabiskan, banyak konsumen yang merasa berhak mengambil makanan sebanyak-banyaknya dengan alasan sudah membayar,” ujar Henky. “Sangat baik bila restoran memberi denda untuk makanan yang tidak habis,” tambahnya.
Hal lain yang menjadi penyebab adalah kebiasaan makan untuk berbasa-basi misalnya melobi klien. Beberapa orang menganggap menyisakan makanan merupakan bagian dari perilaku santun untuk mengesankan bukan orang yang rakus. “Itu adalah sopan santun yang tidak sopan terhadap lingkungan,” tutur Henky.
Sampah makanan yang terbuang bukan sekadar sampah. Ada sumbang daya alam yang ikut terbuang, energi yang ikut disia-siakan. Bukankah untuk mengolah makanan diperlukan energi mulai dari pengairan hingga penyimpanan bahan makanan. Di AS, masih menurut laporan NRDC, makanan yang tidak termakan dan menjadi limbah ini menyumbang 23% emisi metana di AS.
Di rumah-rumah, energi yang dibutuhkan untuk mengoperasikan lemari es berkapasitas besar, juga cukup tinggi. Memang kulkas modern ada yang dilengkapi sensor, untuk mengatur pendingin sesuai kebutuhan, namun Fabby mengingatkan kebiasaan untuk menyetok daging juga bisa mendorong pemborosan listrik.
“Misalnya Anda membeli daging, lalu dimasukkan ke dalam freezer. Dibekukan. Entah kapan akan diolah. Nah saat daging akan diolah dan waktu Anda tidak banyak, Anda akan menggunakan microwave untuk proses defrost. Defrost untuk satu kilo daging itu kira-kira menghabiskan 10 menit. Microwave dengan kapasitas 22 L memakan energi antara 800 – 1000w. Itu baru satu daging saja,” ujar Fabby. Bayangkan jika jutaan keluarga di Indonesia melakukan hal yang sama setiap saat.
Pengelolaan sampah rumah tangga di Indonesia hingga saat ini belum maksimal. Di negara-negara maju masalah sisa makanan sudah menjadi masalah yang serius. Di Eropa, tahun 2014 mendatang dicanangkan sebagai ‘Tahun Perang Melawan Limbah Makanan’. Sementara di Inggris kampanye ‘Love Food Hate Waste’ secara perlahan bisa mengurangi sampah makanan hingga 18%.
Habiskan!
Minimalkan sampah sisa makanan dengan cara:
1. Perencanaan Menu
Merencanakan menu makanan adalah hal sepele yang sering diabaikan. Perencanaan menu membantu Anda belanja bahan makanan yang diperlukan saja.
2. Memilih Saat Belanja
Tidak semua bahan makanan harus Anda stok. Untuk bahan makanan yang mudah busuk, seperti sayur-sayuran segar sebaiknya belilah di tukang sayur dan segera olah tanpa berlama-lama disimpan di kulkas.
3. Kuasai Teknik Penyimpanan
Tidak semua bahan makanan baik disimpan dalam lemari es. Kenali tempat terbaik dan suhu terbaik untuk setiap bahan makanan yang Anda beli.
4. Kreatif Mengolah Masakan
Jangan ragu mendaur ulang jika masih baik. Daging pada sup atau soto yang tidak habis dikonsumsi pada makan siang, bisa Anda olah menjadi sate atau Anda suwir bersama nasi goreng.
5. Satu Menu Sekali Makan
Banyaknya pilihan lauk cenderung menimbulkan sisa makanan, karena tiap lauk hanya akan dimakan sebagian-sebagian. Satu menu sekali makan memudahkan menakar porsi sebenarnya yang akan Anda konsumsi.
6. Perhatikan Tanggal Kadaluwarsa
Jangan tergoda diskon. Banyak supermarket mendiskon bahan makanan yang mendekati tanggal kadaluwarsa. Jika Anda tipe orang yang menyetok bahan makanan pilihlah yang tanggal kadaluwarsanya lebih panjang walau sedikit lebih mahal.